Senin, 16 April 2012

Resume Dinasti Mughal


Pasang Surut Dinasti Mughal

Kerajaan Mughal merupakan kerajaan termuda diantara tiga kerajaan besar islam yakni kerajaan Utsmani, Safawi, dan Mughal. Kerajaan Mughal bukanlah kerajaan islam yang pertama di anak benua India ini melainkan sebelumnya kekuasaan islam telah  terjadi pada masa Khalifah Al – Walid, yakni dari dinasti Bani Umayyah di bawah pimpinan Muhammad ibn Qasim. Fase selanjutnya yaitu dinasti Ghaznawi mengembangkan kekuasannya di India di bawah pimpinan Sultan Mahmud dan pada tahun 1020 M, ia berhasil menaklukan hampir semua kerajaan Hindu di wilayah ini sekaligus mengislamkan sebagian masyarakatnya. Namun setelah dinasti Ghaznawi hancur muncullah dinasti – dinasti kecil seperti Mamluk (1206-1290), khalji (1296-1316 M), Tuglug (1320-1412), dan dinasti lainnya.[1]
Kerajaan Mughal di India dengan Delhi sebaga ibu kotanya, didirikan oleh Zahiruddin Babur (1482-1530 M) salah satu dari cucu Timur Lenk. Ayahnya bernama umar Mizra, penguasa Ferghana. Akhirnya Babur pun mewarisi daerah Ferghana dari orangtuanya dan ia berambisi ingin menguasai Samarkand yang pada waktu itu menjadi kota penting di Asia Tengah. Meskipun sempat mengalami kekalahan namun akhirnya Samarkand dapat di taklukkan pada tahun 1494 M berkat bantuan dari raja Safawi yakni Ismail I. Selanjutnya pada tahun 1504 M, ia menduduki Kabul, ibu kota Afghanistan. Kemudian ia meneruskan ekspansinya ke India. pada waktu itu Ibrahim Lodi penguasa India sedang dilanda krisis, sehingga stabilitas pemerintahan menjadi kacau.[2] Kondisi kekuasaan islam di India mengalami kemunduran tentunya hal tersebut telah menunjukan hal yang rumit yakni bangkitnya pikiran lama yang percaya bahwa setiap kerajaan yang merdeka adalah khalifah di tengah – tengah lingkungannya sendiri.[3] Akhirnya paman Ibrahim Lodi sendiri yaitu Alam Khan bersama Daulat Khan dan Gubernur Lahore mengirim utusan ke Kabul, meminta bantuan kepada Babur untuk menjatuhkan pemerintahan Ibrahim di Delhi. Permintaan itu pun langsung dikabulkan oleh Babur. Pada tahun 1525 M, Babur berhasil menguasai Punjab dengan ibu kotanya Lahore. Kemudian ia memerintah pasukannya untuk menuju Delhi dan pada tanggal 21 April 1526 M, terjadilah pertempuran yang dahsyat di Panipat. Ibrahim Lodi tewas, Babur pun menjadi pemenang dan menegakkan pemerintahannya disana, maka berdirilah kerajaan Mughal di India. Setelah berdirinya kerajaan Mughal raja - raja Hindu diseluruh India menyusun angkatan perang untuk menyerang Babur namun upayanya tidak berhasil. Pada tahun 1530 Babur meninggal dunia dalam usia 48 tahun. Pemerintahan pun digantikan oleh anaknya Humayun (1530 - 1539). Ia banyak menghadapi tantangan dia ntaranya pemberontakan Bahadur Syah penguasa Gujarat yang memisahkan diri dari Delhi. Pada peperangan ini Humayun pun kalah dan melarikan diri ke Kandahar lalu ke Persia namun 15 tahun kemudian ia kembali ke India dan menduduki tahta kerajaan (1555 – 1556 M). Ia pun wafat dan di gantikan oleh anaknya Akbar yang baru berumur 14 tahun urusan kerajaan pun diserahkan kepada Bairam Khan, seorang syi’i. Pada masa itu terdapat pemberontakan yang dipimpin oleh Himu yang memasuki kota Delhi. Bairam khan pun menyambut peperangan sehingga terjadilah perang Panipat II.[4]
Pada masa pemerintahan Akbar Dinasti Mughal tidak dijalankan dengan kekerasan ia banyak menyatu dengan rakyat bahkan rakyat dari berbagai agama tidak dipandangnya sebagai orang lain dan dirimya pun dibuatnya menjadi Hindustan sejati. Sistem pemerintahan yang digunakannya yaitu sistem militeristik yakni sultan adalah penguasa diktator. [5] Sehingga sistem tersebut pun membawa kemajuan di bidang lainnya seperti ekonomi, budaya dan seni. Setelah itu Akbar wafat pada tahun 1605 M. Pemerintahan digantikan oleh puteranya yaitu Jahangir namun ia tak sehebat ayahnya. Pemimpin selanjutnya yaitu  syekh Jehan pada masa inilah Dinasti Mughal benar – benar mencapai keemasan. Pada periode ini dikembangkan kembali penaklukan wilayah sampai melampaui batas India seperti Kandahar. Sistem perdagangan pun dikembangkan seperti ekspor – impor dari industri keramik dan tekstil. Selanjutnya yaitu pemerintahan pada masa Aurangzeb, ia lebih hebat dari Akbar karena dapat menaklukkan 21 daerah . hal tersebut karena ia ingin menyatukan kawasan wilayah islam di India dan menerapakan nilai – nilai syariat islam yang berdasarkan Al- qur’an dan sunah. Namun di pihak lain ia sangat di benci terutama oleh orang Hindu. Sepeninggal Aurangzeb tahun 1707 pemerintahan pun di gantikan oleh generasi – generasi yang lemah sampai tahun 1858 M, sultan – sultan Mughal tidak mampu lagi mengendalikan wilayah yang cukup luas, juga terjadi konflik perebutan kekuasaan seperti Bahadur Syah (1707 - 1712). Ketika keadaan dinasti Mughal melemah pada tahun itu juga perusahaan Inggris (EIC) yang semakin kuat melawan pemerintah dinasti Mughal. Peperangan pun terjadi berlarut – larut dan banyak menimbulkan kerugian, pemberontakan terjadi di berbagai wilayah.akhirnya terjadilah krisis kepemimpinan dan dinasti Mughal pun hancur.
            Setelah hancurnya gerakan mujahidin dan kerajaan Mughal, muncullah Sayyid Akmad Khan untuk memimpin India, yang telah mundur untuk jaya kembali. Gerakan pembaharuan yang dilakukan adalah kelanjutan dari gerakan Syah Waliyullah. Untuk mewujudkan cita – cita gerakan pembaharuannya ia mengadakan kerjasama dengan inggris walaupun ia mendapat tantangan dari ulama lain. Menurut pemikirannya untuk meningkatkan kedudukan umat islam di India hanya dapat diwujudkan melalui kerja sama dengan Inggris. Selain Sayyid Akhmad Khan (1817 -1898) juga muncul tokoh pembaharuan islam lainnya seperti Sayyid Amir Ali (1849-1928), Muhammad Iqbal (1876-1938) dan Muhamad Ali Jinnah (1876 - 1948)[6]


[1] Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : PT. Raja Grapindo Persada, 2008)  hlm. 145 -  147
[2] Badri yatim, ibid. hlm. 147
[3] Ajid Tohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta : PT.Raja Grapindo, 2004), hlm. 202
[4] Badri yatim, op.cit hlm. 147 - 149
[5] Dedi supriyadi, Sejarah  Peradaban Islam, (Bandung : Pustaka Setia,  2008), hlm. 262
[6] Fadil, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah, (UIN : Malang  Press, 2008), hlm 267

Tidak ada komentar:

Posting Komentar